Bung Hatta, sebuah kisah kesederhanaan sang bapak bangsa


Nama Mohammad Hatta tak pernah bisa dilepaskan dari perjalanan bangsa Indonesia. Pria yang akrab disapa Bung Hatta itu merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia di masa penjajahan Belanda, Jepang dan di masa revolusi.

Bersama Soekarno, Bung Hatta menandatangani proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Karenanya, Bung Karno dan Bung Hatta dikenal sebagai sang proklamator.

14 Maret lalu tepat 34 tahun Bung Hatta berpulang ke pangkuan ilahi. Tepat pada 14 Maret 1980, pria kelahiran 12 Agustus 1902 di Bukittinggi itu mengembuskan napas terakhirnya pada usia 77 tahun di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Bung Hatta dikebumikan di TPU Tanah Kusir selang satu hari kemudian. Bung Hatta merupakan sosok yang jarang ada di negeri tercinta saat ini.

Sosoknya yang rela berkorban demi kepentingan bangsa berbanding terbalik dengan para elite negeri saat ini yang banyak terjeratkorupsiBung Hatta merupakan sosok sederhana yang tak memperkaya diri sendiri dari jabatan yang dimilikinya.

Padahal jika ia mau, tentu tidaklah sulit. Sebab, berbagai posisi penting pernah dijabatnya antara lain wakil presiden dan perdana menteri.

Begitu sederhananya sampai-sampai pria yang mendapat gelar Drs dari Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda pada 1932 itu hingga akhir hayatnya tak mampu membeli sepatu Bally yang sangat diimpikannya.

Seperti diceritakan sekretaris pribadi Bung Hatta , Iding Wangsa Widjaja, suatu ketika Bung Hatta pernah berjalan melewati pertokoan di luar negeri. Saat itu Bung Hatta melihat sepasang sepatu Bally yang terpampang di etalase toko.

Bung Hatta sangat terkesima dan ingin memiliki sepatu Bally itu. Sampai-sampai guntingan iklan sepatu Bally itu disimpannya di dalam dompet. Saat itu, suami dari Rahmi Rachim itu berharap suatu waktu bisa membelinya.

Namun hingga akhir hayatnya, sang proklamator tak bisa membelinya. Penyebabnya, uang tabungannya tidaklah cukup karena selalu diambil untuk membiayai keperluan rumah tangga, membantu saudara dan kerabatnya.

Sungguh kisah keteladanan yang sulit dicari dari para elite dan pemimpin bangsa saat ini. (merdeka.com)

0 komentar: